MAROEBOEN

Maroeboen adalah nama sebuah Partuanon di Harajaon Tanoh Djawa, Simaloengoen pada masa jaman Kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur.

Kamis, 19 Juli 2012

Pesta Rondang Bintang Ke XXVII


PESTA RONDANG BINTANG KE  XXVII  DI KEC TANAH JAWA, KAB SIMALUNGUN
 (Ritual Mamuhun dan Maranggir)


     Jam menunjukkan  pukul  06.30 pagi ketika saya, Suhu Omtatok dan Irfan Azmi  meninggalkan hotel  tempat  kami menginap di kota  P.Siantar, Sumatera Utara.  Cuaca cukup cerah dan udara  kota begitu segar, hawa dingin menusuk tulang mungkin karena semalam hujan turun lumayan deras dan cukup lama.
Mengingat waktu yang masih pagi sekali pertokoan di sepanjang jalan kota belum ada yang buka, kegiatan di pasar Horas sebagai pusat perbelanjaan terbesar di kota P. Siantar masih kelihatan sepi.
Kami menyusuri  sepanjang  jalan dgn perlahan sambil celingukan kanan dan kiri dari atas kenderaan mencari  penjual sarapan.
Setelah  mendapatkan tempat yg cocok kami mengisi perut  agar tidak kosong dan berharap dapat menambah tenaga kami mengingat padatnya kegiatan  hari ini.

     Setelah selesai sarapan kami tinggalkan kota yang mulai ramai dengan aktifitas di pagi hari. Saya arahkan kenderaan menuju arah Tanah Jawa sebuah ibukota Kecamatan di Kabupaten Simalungun. Lebih kurang  setengah jam perjalanan sampailah kami di Kantor Kecamatan Tanah Jawa sebagai titik kumpul dan tempat pertama berlangsungnya  ritual adat sebelum Pembukaan acara Pesta Rondang Bittang ke XXVII di mulai.

     Kami pun mengganti pakaian yang kami kenakan ke pakaian adat Simalungun yang kami persiapkan dan bawa dari kota Medan. Dengan dibantu Suhu Omtatok dan Irfan Azmi saya sudah berpakaian lengkap. Jas hitam berlidah tinggi tanpa kerah seperti  kebanyakan jas tradisional daerah di nusantara ini juga aksesoris rantai dan benggol /koin yang digantungkan antara kantung dengan kancing jas, kemudian bawahannya selain memakai celana panjang hitam dibalutkan juga kain/hiou ragi pane. Untuk kepala sdh dipersiapkan topi yang disebut gottong dilengkapi dengan rantai dibagian depan (kening) juga Hapias berbentuk spt payung kecil bertingkat 2 dan pernak pernik disekelilingnya, diselipkan dibagian atas sebelah belakang gottong,  juga  Dormani (berbentuk cincin) bersusun 5 menandakan seseorang itu dari  turunan Partuanon (lingkungan kerajaan) bergantung sejajar disebelah telinga kiri. Begitu juga dengan Hiou yang diselempangkan dibahu juga sdh dipakai, namun yang saya pergunakan harus sedikit berhati-hati mengingat umur hiou yang sudah sangat tua karena merupakan peninggalan leluhur, coraknya juga berbeda dari yang dipakai orang kebanyakan, mempunyai ciri-ciri sendiri. Hanya  Suhul (pisau) yang tidak di bawa, mengingat suhul yg dimiliki merupakan barang pusaka yang umurnya sudah sangat tua, pisau itu diselipkan di pinggang  dan gagangnya akan kelihatan karena keluar dari belahan jas.
Setelah semua  beres kami pun memasuki tempat acara di aula Kantor Kecamatan Tanah Jawa, berbaur bersama seluruh keluarga Keturunan Kerajaan Tanah Jawa (dari berbagai Partuanon) yang tergabung didalam IHUTAN BOLON SINAGA HARAJAON TANOH JAWA.



"MAMUHUN"

     Ritual Mamuhun dengan kata lain adalah memohon. Ritual ini dilaksanakan untuk memohon izin melaksanakan sesuatu kegiatan disebuah wilayah dengan meminta izin kepada penguasa wilayah agar dapat diizinkan dan direstui sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan sukses dan selamat, ini adalah ritual adat turun temurun di wilayah Simalungun dan ini dilaksanakan untuk melestarikan adat istiadat budaya Simalungun yang sudah langka pelaksanaannya dan agar tidak hilang mengingat generasi sekarang ini sdh tidak tertarik dengan adat budaya tempatan yang dikatakan ketinggalan jaman karena masuknya budaya luar yang begitu gencar. 

     Perlu diingat Adat Budaya leluhur pada masa lalu belum di pengaruhi oleh agama-agama sekarang  yang kita kenal dan kita anut sebagai kepercayaan kita saat ini. Kita laksanakan adat budaya ini agar tetap lestari, namun yang paling utama kita tetap memohon kepada  Tuhan Yang Maha Kuasa utk mendapat keselamatan dan dilindungi dalam melaksanakan acara yang akan kita laksanakan.

     Mengingat acara Rondang Bittang Tahun ini di programkan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun di wilayah Kecamatan Tanah Jawa di mana dahulunya sebelum NKRI ada, merupakan wilayah Kerajaan Tanoh Jawa, maka acara mamuhun oleh Panitia Pesta Rondang Bittang dilaksanakan kepada keturunan2  Raja Tanoh Jawa sebagai pengganti raja pada masa lalu.

     Setelah semua berkumpul acarapun dimulai, dari Keluarga Besar Kerajaan Tanoh Jawa sudah berkumpul  duduk berbaris membentuk syaf, syaf terdepan adalah Keturunan Raja dan Partuanon partuanon dan menyusul syaf dibelakangnya adalah pihak boru dan panogolan.

     Kemudian dari pihak Pemerintah Kabupaten yang didelegasikan kepada Panitia beserta rombongan terdiri dari Kadisbudpar, Camat Tanah Jawa dan SKPD lainya datang menghadap kepada pihak keluarga Kerajaan menyampaikan niatnya untuk melaksanakan  Pesta Rondang Bittang yang puncak acaranya akan dilaksanakan di Lapangan RS Balimbingan, agar penguasa wilayah mengizinkan dan merestui pelaksanaannya.  Diawali dengan menyerahkan pinggan berisi daun sirih kepada keluarga besar Kerajaan, yang kemudian oleh pihak keluarga kerajaan juga di serahkan pinggan berisi sirih kepada pihak panitia. Dilanjutkan dengan penyerahan demban (piring berisi uang dan daun sirih) yang diserahkan langsung oleh Bp Jarinsen Saragih SPd (Kadisbudpar Simalungun) didampingi oleh camat dan perangkat SKPD lainnya.

     Selanjutnya panitia juga menyerahkan beras didalam kantungan anyaman dari tikar, ayam hidup dan lainnya. Acara mamuhun diakhiri dengan pembacaan do’a oleh Bp Haji Amiruddin Sinaga salah seorang dari keluarga kerajaan memohon kepada Allah SWT agar pelaksanaan acara Pesta Rondang Bittang  yang mulai pada hari Jum’at tanggal 8 dan berakhir tanggal 10 Juli 2010 diberi keselamatan dan kelancaran dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

     Seyogyanya pelaksanaan acara Mamuhun dilaksanakan di Rumah Bolon/Istana Kerajaan Tanoh Jawa namun karena Rumah Bolon sudah tidak ada karena habis dibakar sewaktu peristiwa Revolusi Sosial 1946 (dan di bekas Istana Kerajaan oleh para ahli waris dibangun sebuah Mesjid), maka acara tersebut dilaksanakan di aula Kantor Kecamatan Tanah Jawa. 1)



MARANGGIR”

     Setelah pelaksanaan ritual “Mamuhun”  seluruh  yang hadir yaitu seluruh keluarga Kerajaan Tanoh Jawa, Panitia dan rombongan serta masyarakat yang menyaksikan acara bersama sama menuju ke Bah(sungai) Kisat untuk melaksanakan acara Maranggir. Dari kantor Camat (gedung yg dahulunya pusat pemerintahan Kerajaan Tanoh Jawa) berjalan lebih kurang  500 meter, setelah menyeberangi sungai Bah Kisat yang disebut  Huta Pematang Tanah Jawa rombongan melewati kebun sawit yang apabila kita amati disepanjang jalan berserakan bekas pecahan2 keramik kuno milik Istana yang di porak porandakan oleh pasukan Barisan Harimau Liar yang memberangus Istana Raja Tanoh Jawa pada masa revolusi sosial.   


Kemudian berbelok kekiri melintasi areal bekas Istana lama (sebelum istana pindah ke Huta Dipar) nampak bekas pundasi istana teronggok di semak-semak, dahulu di istana ini tinggal 3 generasi RajaTanah Jawa yaitu Tuan Djintanari, Tuan Timboel Madjadi dan Tuan Horpanaloean. Setelah Tuan Djintar menjadi Raja istana dibuat yang baru di Huta Dipar (kampung di seberang) . 
Perjalanan dilanjutkan melewati pemakaman keluarga raja diantaranya makam Tuan Djintar, opung nininya Tuan Timboel Madjadi dan Puang bolon Namartuah boru Damanik dan berbelok kekiri berlawan arah menjauh dari patung Panglima Bungkuk dan menurun kebawah, akhirnya sampailah rombongan ke tepi Bah Kisat. Dipinggir sungai terlihat 3 pancuran  yang terbuat dari bambu, air yang mengalir sangat jernih dan dingin yang berasal dari mata air yang keluar dari suatu tempat disekitar lokasi yang dikelilingi hutan. Dan ter;ihat sebuah meja yang dipersiapkan Panitia diatasnya berjajar rapi cawan2 berwarna putih berisi air dari pancuran tersebut dan potongan jeruk purut di belah dua.


     Setelah semua berkumpul sambil berbaris sejajar panitia memulai acara, diawali dengan penjelasan dari pada arti maranggir dengan bahasa simalungun, kemudian panitia membawa piring berisi sirih dan menyodorkannya kepada seluruh keluarga raja untuk diambil dan dimakan, selanjutnya dilanjutkan turun ke pancuran utk membasuh muka dengan air pancuran tersebut. Setelah semua selesai dilanjutkan meminum air yang didalam cawan yang telah bercampur dengan perasan jeruk purut yang ada di dalamnya, diakhiri dengan memercikkan air dengan memakai sejumput daun (seperti acara tepung tawar) ke kepala dan tubuh masing-masing yang hadir.


     Acara Maranggir dimaksud adalah acara menyucikan diri di pancuran mata air di tempat para raja dahulu kala mandi  dan maranggir. Namun ritual yang akan dilaksanakan ini bukanlah mandi akan tetapi  hanya membasuh muka dengan air dari pancuran dilanjutkan dengan meminum air dari cawan yang bercampur dengan jeruk purut dan memercikkan air dari cawan ke seluruh bagian tubuh dengan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar  dibersihkan diri  dari segala yang buruk agar terhindar dari bahaya dan mendapatkan kebahagiaan.

     Informasi yang didapat beberapa hari sebelumnya Bupati Simalungun Bp Dr JR Saragih telah datang ke lokasi melakukan ziarah ke makam Raja Tanah Jawa dan melaksanakan maranggir ditempat yang sama.
Setelah acara Maranggir dilaksanakan seluruh rombongan kembali berkumpul di halaman kantor kecamatan selanjutnya bersama-sama berangkat ke lapangan RS PTPN IV Balimbingan yang letaknya sekitar 1,5 km dari Kantor Kecamatan menuju kearah P Siantar. Mengingat jauhnya lokasi acara berikutnya semua peserta beriringan menggunakan kenderaan masing-masing dengan dipandu Paswal dari Dinas Perhubungan. Sesampai di lokasi rombongan memasuki lapangan dengan disambut tor tor somba dan dihar. Salah seorang pandihar adalah opung obot yang berusia 86 tahun yang begitu lincahnya dengan stamina yang sangat prima melakukan gerakan gerakan silat (opung Obot ini juga melatih dihar di KomunitasJejak Simaloengoen demi melestarikan budaya Simalungun). 



     Rombongan keluarga Kerajaan Tanah Jawa dan Panitia Pesta Rondang Bittang berjalan bersama menuju arah panggung besar yang diibaratkan sebagai Rumah Bolon/Istana Kerajaan Tanah Jawa sambil manortor dan sesampainya di depan panggung rombongan berkeliling sambil terus melaksanakan tortor, diselingi dengan tortor dihar yang dilakukan beberapa orang dari rombongan dengan gaya yang lincah sambil berhadapan dan saling menyerang seperti sedang berkelahi dan sesekali membuat gerakan-gerakan yang lucu sehingga membuat suasana bertambah meriah dengan iringan musik tradisional simalungun untuk mengiringi tortor. 





     Selesai acara manortor dilanjutkan dengan menaiki panggung yang diumpamakan sebagai rumah bolon rumah bolon 2)  Kerajaan Tanah Jawa untuk makan bersama, sebelum acara makan bersama dimulai terlebih dahulu menghidangkan makanan makanan adat simalungun antara lain dayok nabinatur, dayok holat dan nitak. Makanan ini diserahkan juga kepada setiap perwakilan partuanon yang hadir.  Selesai acara makan bersama kemudian dilakukan kembali penyerahan demban dari panitia Pesta Rondang Bittang kepada keturunan raja juga kepada yang mewakili Partuanon-partuanon.



Semua acara ritual Adat dapat diselesaikan sebelum masuk waktu sholat Jumat.


1) Kantor Kecamatan ini pada masa Kerajaan Tanoh Jawa adalah merupakan Kantor Pemerintahan Kerajaan Tanoh Jawa.

2) Wilayah RS PTPN IV Balimbingan dahulunya merupakan wilayah kekuasaan dari Partuanon Maroeboen yaitu Tuan OESOEL MADJADI SINAGA yang pernah menjadi Raja di Kerajaan Tanoh Jawa menggantikan adiknya tuan DJINTANARI SINAGA yang tewas didalam pertempuran melawan Raja Asahan dan Tuan Oesoel Madjadi yang tampil membalas kematian adiknya. Istana/Rumah Bolon dari Tuan Oesoel Madjadi  adalah di areal RS PTPN IV Balimbingan ini, begitu juga setelah beliau wafat di makamkan di area Rumah Bolonnya dan makam beliau masih ada di areal RS Balimbingan tersebut.





"PEMBUKAAN PESTA RONDANG BINTANG" 

 Pukul 14.00 siang rombongan Bupati Simalungun Bp Dr JR Sargih memasuki lapangan RS PTPN IV Balimbingan  disambut  dengan dihar serta tor-tor Simalungun sampai beliau duduk ditempat yang telah disediakan, dilanjutkan dengan parade kontingen setiap kecamatan  dengan membuat barisan yang terdiri dari muda mudi berpakaian adat, membawa hasil panen daerahnya.
Di pinggir lapangan juga berjajar tenda-tenda mewakili setiap kecamatan untuk memperkenalkan hasil hasil kerajinan, hasil pertanian dan lainnya.
Berikut foto-foto liputannya :























Sejarah Pesta Rondang Bintang di Simalungun
Pengantar
Rondang bintang artinya terang benderang. Yang berasal dari kata rondang yang berarti terang, benderang, melebihi dari terang yang biasa. Jadi rondang bintang adalah cahaya bulan dan bintang yang sangat terang di malam hari. Rondang bintang ini biasanya dimanfaatkan muda-mudi belajar menari dan main lainnya, dengan penuh sukaria di halaman (laman bolag).
Lama kelamaan kebiasaan ini menjadi suatu kebudayan di tiap desa di Simalungun. Setiap bulan tula sudah menjadi jadwal tertentu bagi muda-mudi melaksanakan hiburan tersebut, dengan istilah Eta Marrondang Bintang
Simalungun adalah daerah yang mayoritas hidup dari mata pencaharian agraris atau bertani.
Gotong royong adalah salah satu pola hidup masyarakat yang mencakup seluruh warga desa mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa. Gotong royong sering terjadi ketika sedang bertani seperti menanam padi dan menuai padi, menumbuk padi, membuka jalan, membuat saliran air dan pancuran di desa. Mereka sangat erat hubungannya dengan istilah berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Sebagai desa agraris mereka (di Simalungun ) melaksanakan gotong-royong dalam mengolah tanah dengan marsialop ari (marharoan).
Marsiolop ari artinya seseorang memberi waktunya untuk pergi ke ladangyang lain dan demikian sebaliklnya sama-sama bekerja bergantian di ladang masing-masing. Marharoan artinya sesorang senang ketika datang membantu di ladang orang lain dan juga sebaliknya. Saling membantu ysng di dasari oleh akal sehat masyarakatnya.

Asal Mula Rondang Bintang.
Kemudian marharoan/ haroan menjadi sebuah bentuk kebersamaan. Jenis haroan diantaranya adalah
- Haroan Bolon (besar) yaitu jumlah anggota banyak di mana muda-mudi (garama dan anak boru) bergabung bersama orangtua (tortor haroan bolon)
- Haroan Tangkapan yaitu dua atau tiga hari dilaksanakan dalam satu minggu, dan hari lainnya bekerja di ladang masing-masing.
- Haroan Biasa yaitu sama dengan haroan bolon, tetapi jumlah anggota tidak sebanyak haroan bolon

Hubungan Haroan dengan Pesta Rondang Bintang
Awal Rondang Bintang adalah hasil musyawarah dalam haroan di mana orang tua turut bergabung dalam mendampingi muda-mudi ketika mengadakan musyawarah. Musyawarah ini berkembang menjadi musyawarah desa yang dipandu oleh Pemerintah Desa. Kemudian dihasilkan mufakat tentang Rondang Bintang pada mulanya (jaman dulu) adalah:
1. Dibentuklah Rondang Bintang
2. Waktunya saat donah ni horja (waktu pekerjaan longgar)
Sebelum haroan dan saat burnangni bulan/rondang ni bulan (bulan purnama)
3. Persiapan sebelum Rondang Bintang adalah muda mudi belajatr menari, nyanyian berbalas pantun, memakai pakaian adat yang dibimbing pihak orang tua
4. Mempelajari tarian khusus yang dipersembahkan pada
a. Muda-mudi lanjut usia (garama, anak boru na dob torasan/ dengan harapan dan doa agar diantara mereka cepat menikah.
b. Kepada keluarga yang sudah lama menikah tapi belum punya anak, dengan harapan dan doa agar mereka cepat mendapat anak
5. Orang tua turut terlibat dalam acara dalam pelaksanaannya, dalam tari dan memberi nasehat serta pembiayaan

Pelaksanaan Rondang Bintang.
Sebelum acara pelaksanaan, maka pada siang harinya muda-mudi sudah harus:
1. Maranggir yaitu mandi dan membasuh rambut dengan jeruk purut, maknanya disamping bersih dan segar adalah menguras (mengusir segala kotoran badan dan pikiran/ sehat jasamani dan rohani.
2. Marrudang yaitu memakai bunga di bagian kepala sebelah belakang bagi anak boru (perempuan) dan menyematkan bunga pada kantong baju pada laki-laki.
Bahan rudang
1. Mange-mange yaitu bunga pohon pinang yang nantinya berubah jadi buah artinya doa dan harapan agar muda mudi sebagai bunga mekar nantinya selamat dalam mudanya, selamat dalam menikah, selamat dalam rumah tangga sampai sayurmatua. Dan buah rumah tangga disenangi dan obat bagi orang lain demi kemuliaan Tuhan Penciptanya
2. Boni Pansur yaitu sejenis bunga,daunnya mirip daun lalang, bunganya berwarna putih, cantik utmbuh subur di tanah berbukit gersang dan terjal di antara batu-batuan
- Doa dan harapan agar muda-mudi sebagai generasi penerus selalu berpikiran putih dan jernih, mudah memaafkan, jujur, ikhlas. Hidup mereka menjadi bunga perhiasan cantik antar sesama, terutama di hadapan Tuhan Penciptanya.
Sanggup mengatasi segala tantangan se-gersang dan se-terjal apapun berdasarkan SDM dan SDI yang tangguh dan ulet.
Sanggup berintegrasi dengan lingkungan, walaupun lingkungannya sekeras batu.
- Boni Pansur bona ni pansur/bona sumber pansur (saluran air) artinya doa dan harapan muda-mudi selam hidupnya dapat dapat berperan sebagai penyembuh dahaga orang lain, antara lain dahaga karena adanya kepanikan problema pribadi seseorang dan dalam dirinya sendiri. Dengan senjata ucapan yang lemah lembut didasari kerendahan hari, sejajar ucapan dengan perbuatan, tetap berusaha memecahkan, memperkecil dan menghilangkan masalah, guna meringankan beban mental seseorang. Pemecahan masalah bukan menaruh bensin dan korek api tapi bawalah air segar sebagai alat pemadam.
3. Bonang sawei/Sae-sae yaitu jenis tanaman semak. Tumbuh subur seperti tempat bunga Boni pansur. Daunnya harum suatu ramuan obat tradisional dan bahan mandian bagi anak-anak dan bahan mandi uap
Doa dan harapan agar muda-mudi selamat dalam hidupnya:
- Daun harum artinya tetap dalam tatakrama dan hukum yang berlaku terutama dalam hukum Firman tuhan sesuai agama dan kepercayaannya, agar harumlah/ semerbaklah baunya
- Bahan obat tradisional/ bahan mandian
Jangan lupa obat tradisional/ tetap tumbuh kembangkan bahan bakunya. Zaman dulu belum sebanyak sekarang rumah sakit dan puskesmas. Namun umur mereka rat-rata 80-100 tahun dan tetap sehat walaupun lansia. Obat utama mereka hanya obat tradisional mulai sebelum lahir sampai tua. Jangan lupakan nilai-nilai luhur adat tradisional, sesuai makna lambang-lambang adat.
3. Makan Nitak Siang-siang dan Lampet.
Nitak siang-siang dan sigabur-gabur adalah jenis makanan adat yang terdiri dari tepung beras dicapur dengan (lada, garam kencur, kelapa bakar/ kelapa gonceng, bawang yang masing masing sudah ditumbuk halus dan tumbuk lagi bersama gula aren sampai menyatu dan dipecah-pecah lebih kurang sebesar kemiri. Semua bahan baku tersebut adalah bahan dari obat-obatan tradisional, dipersatukan dengan harapan sehat jasmani dan rohani dan siang (terang), teranglah pikiran dan gabur ma pansarian (mudahlah rezeki) Lampet adalah makanan tradisional dalam acara muda-mudi jaman dahulu (snack ringan jaman sekarang). Acara maranggir, marrudang, makan nitak siang-siang (sigabur-gabur)/lampet yang diuraikan diatas, turut serta pihak orang tua.
4. Marpakean Adat
Semua pemeran serta dalam Rondang Bintang, wajib memakai pakaian adat Simalungun. Tujuannya agar dewasa dalam seluruh aspek kehidupan.
Saat bintang sudah rondang, berkumpul di alaman bolag (halaman yang luas) atau temapt lain yang telah dipersiapkan kalau ternyata tidak ada alaman bolag.
Penyampaian sirih seperangkat oleh muda-mudi kepada semua orangtua, yang diwakili oleh perangkat desa. Mohon doa restu/acara keagamaan, dulu kepada simagod habonaron do bona, tapi saat masuknya agama ditunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semesta.
Menari bersama diteruskan tari muda-mudi kepada orang tua antara sesama muda-mudi dan antara muda-mudi pada orang tua yang belum punya anak. Di samping menari, dilaksanakan nyanyi berbalas pantun antar laki-laki dan perempuan (garama dan anak boru)


Jenis Tortor Dalam Rondang Bintang
1. Sebelum Rondang Bintang dimulai tiap muda-mudi sudah terlatih manortor (menari) sesuai jenis hagualon dan tortornya, antara lain:
a. Gual/Tortor Rambing-rambing = Ase roh dearni (semakin sempurna)
b. Gual/Tortor Sayurmatua = Panjang umur
c. Gual/Tortor Olobolop = Segar tetap sukaria
d. Gual/Tortor Parahot = Agar tetap utuh
e. Gual/Tortor Sampang Apuran = Saling memaafkan
f. Gual/Tortor Soroung Dayung = Agar tersalur rencana
g. Gual/Tortor Boniala-boniala = Saling bermaafan
h. Gual/Tortor Doding-doding = Bersuka ria
i. Gual/Tortor Lakkitang Mandipar Laut = Selamat diperjalanan
j. Gual/Tortor Haporas ni Silokkung = Jangan anggap remeh
k. Gual/Tortor Buyut Mangan Sihala = Gembira ria
l. Gual/Tortor Pankail = Gembira ria
m. Gual/Tortor Rintak Hotang = Gembira ria
n. Gual/Tortor Bodat na Handuru = Gembira ria
Diantara jenis gual/ tortor diatas dibagi 3 diantaranya
a. Rambing-rambing ramos yaitu buah yang ramos janah marambing-rambing gabe malas ni uhur (doasambil menari agar mudah rejeki dan tercipta hari esok yang cerah/kebahagiaan)
b. Sayurmatua (Lajut usia) panjang umur yaitu disamping hari esok yang cerah juga umur yang panjang.
c. Parahot (tetap utuh) yaitu hari esok, panjang umur dan tetap utuh duniawi dan akhirat
Ketiga gual /tortor itu dilaksanakan sebelum dan sesudah gual/tortor (membuka danmenutup). Dalam gual dan tortor tidak ada istilah. Hasahatan sudah dicakup Pa Ra Hot. Istilah hasatan hanya berlaku pada gual/tortor saudara kita etnis Toba

(oleh Senovian; dari berbagai sumber; Tugas Aplikasi Etnomusikologi di Lapangan)

Pesta Rondang Bintang yang dilaksanakan pada masa kini dibandingkan dengan yang sebenarnya telah mengalami perubahan terutama di dalam waktu pelaksanaannya. Sesuai namanya "Rondang Bintang" artinya bulan purnama, dimana kegiatan kegiatan tersebut dilaksanakan mulai dari sore sampai malam hari dikala bulan purnama pada saat setelah panen.
Para garama (pemuda) dan boru (pemudi) mencari jodoh untuk pasangan hidupnya kelak di kemudian hari, juga melakukan adu ketangkasan bernyanyi, menari, manortor, dihar dan lainnya,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar