Oleh : M Nur Irwansyah Sinaga SH.
Kronologi Partuanon Hutabayu Marubun
Raja SORGAHARI dari Kerajaan Tanah Jawa
mempunyai 2 orang putra.
Putranya masing-masing bernama:
1. Oesoel Madjadi.
2. Djintanari.
ad 1. Oesoel Madjadi memperistri panak
boru raja dari Simarimboen,
Dari perkawinan Oesoel Madjadi dengan istrinya
memperoleh 2 (dua) orang putra bernama :
1. Angaranim
2. Djoengmani
Oleh sang ayah Raja SORGAHARI beliau
diberi gelar Tuan Marubun dan diberi wilayah kekuasaan/Partuanon
dengan nama Marubun.
Tuan Marubun memerintah serta mengatur
hajat hidup rakyat diwilayah partuanon marubun tetapi tetap tunduk dibawah
kekuasaan Kerajaan Tanah Jawa di Tanah Jawa sebagai Pemerintah Pusat.
Pusat Pemerintahan Partuanon Marubun terletak di
Simpang Tangsi desa Balimbingan ( RS PTPN IV Balimbingan).
Wilayah Partuanan Marubun meliputi:
sebelah utara sampai dengan Tanggabatu,
sebelah selatan sampai dengan Taratak Bosar
Maligas (Tinjoan),
sebelah Barat sampai dengan Simpang Hataran Jawa
(Sungai Bah Hilang),
sebelah timur sampai dengan Pematang Tanah Jawa
(istana Raja Tanah Jawa).
Desa yang masuk wilayah Marubun meliputi
desa, Timbaan, desa Pendawa Lima, desa Tangga Batu, desa Marubun Jaya, desa
Nagori Bayu Marubun, desa Marimbun, desa Bosar Majawa, desa Taratak Bosar
Maligas dan desa Hataran Jawa.
ad 2. Djintanari, memperistri panak boru
raja dari Bandar.
Dari perkawinan Djintanari dengan istrinya
memperoleh seorang putra bernama : Timboel.
Karena kedua anak Raja Sorgahari sudah dewasa dan
sudah berkeluarga raja membuat Kebijakan antara lain:
- Sebagai anak tertua Tuan Oesoel Madjadi dari
Partuanon Marubun diangkat sebagai Pemangku Adat Kerajaan.
- Apabila raja mangkat maka
raja berikutnya (pengganti raja) adalah kedua putranya secara bergantian dengan
persetujuan dari Tuan Marubun sebagai Pemangku Adat Kerajaan beserta Perangkat
Kerajaan dengan mengadakan Harungguan Bolon, begitu seterusnya ke generasi
berikutnya.
Setelah Raja Sorgahari wafat maka Oesoel Madjadi
sebagai Pemangku Adat Kerajaan bersama dengan Perangkat Kerajaan Tanah Jawa
mengadakan Harungguan Bolon (Musyawarah) dengan keputusan mengangkat DJINTANARI
sebagai Raja dan panak boru dari Bandar menjadi Puang Bolon Kerajaan Tanah
Jawa.
Dimasa Pemerintahan Djintanari suatu peristiwa
peperangan yang tidak dapat dihindarkan terjadi antara Kerajaan Tanah Jawa
dengan Kerajaan Asahan.
Didalam pertempuran tersebut Raja Djintanari
tewas di pancung oleh B. Pane Raja Asahan.
Melihat peristiwa itu abangda Oesoel Madjadi
tidak tinggal diam dan tampil kedepan membalas kematian adiknya kepada Raja
Asahan dan membunuhnya.
Setelah perang berakhir maka diangkatlah Tuan
Marubun yaitu OESOEL MADJADI sebagai Raja, selain raja beliau juga
Pemangku Adat Kerajaan Tanah Jawa.
Oesoel Madjadi kemudian menikahi janda adiknya
yang telah wafat dalam peperangan tersebut, dari perkawinan tersebut lahirlah
seorang putra bernama Djimmalawan.
Setelah Oesoel Madjadi wafat beliau di
makamkan di lingkungan Rumah Bolon/Istana Tuan Marubun di Desa Balimbingan/RS
PTPN IV Balimbingan (sampai saat ini kuburan tersebut masih ada disana) maka
putranya nomor 2 yang bernama DJOENGMANI diangkat sebagai Tuan Marubun
dan juga sebagai Pemangku Adat Kerajaan Tanah Jawa.
Djoengmani tinggal di istana ayahnya di Simpang
Tangsi.
Djoengmani mempunyai seorang putra bernama SANGGAH
GORAHA diberi gelar Tuan Huta Bayu Marubun dan diberi wilayah Partuanon
yaitu Huta Bayu Marubun.
Pada suatu masa Raja Tanah Jawa mengontrakkan
(Konsesi) tanah kepada Belanda, tanah yang dikontrakkan termasuk wilayah
kekuasaan Partuanon Marubun. Perusahaan milik Belanda tersebut bernama Handel
Vreniging Amsterdam (HVA). Dengan alasan telah mendapat Konsesi dari Raja Tanah
Jawa, pihak Belanda membakar Rumah Bolon/Istana Partuanon Marubun. Belanda
sangat benci dengan Tuan Marubun karena tidak pernah mau tunduk kepada
Pemerintah Belanda.
Karena wilayah Partuanon Marubun telah dikuasai
oleh pihak perusahan Belanda dan dijadikan areal perkebunan Tuan Marubun pindah
kerumah putranya Tuan Huta Bayu Marubun yaitu Sanggah Goraha.
Di Huta Bayu Marubun inilah DJOENGMANI
meninggal dunia dan dikebumikan disana, pada masa itu beliau masih menganut
kepercayaan lokal.
Makam
Opung Djoengmani yang berada di tengah sawah milik alm Tuan Haji Mangipuk
Sinaga di Desa Huta Bayu Marubun (sebelum pemekaran) Kec Tanah Jawa kabupaten
Simalungun (Foto: Jum'at 08 Juli 2012 )
Pada tahun 1905 sampai dengan tahun 1912 Tuan
Sanggah Goraha (Tuan Huta Bayu Marubun) diangkat menjadi Pemangku Kerajaan
Tanah Jawa.
Sama halnya seperti ayahnya, Sanggah Goraha tidak
pernah mau tunduk didalam urusan pemerintahan belanda, karena prinsip Sanggah
Goraha, dia dengan raja belanda mempunyai hubungan pertemanan sehingga
kedudukan mereka adalah sederajat.
Prisipnya ini yang menjadi pemicu kericuhan
dengan pegawai pemerintahan belanda dan Sanggah Goraha tidak pernah takut untuk
menghadapinya dan setiap saat melakukan perlawanan.
Sejalan dengan perlawanan Sanggah Goraha dengan
pegawai pemerintah belanda bersamaan dengan itu terjadi pemberontakan di Pondok
Buluh di Tiga Dolok oleh rakyat dari Kerajaan Tanah Jawa karena kekejaman
Marsose belanda.
Dengan perlawanan yang terus menerus tersebut
Sanggah Goraha dikejar kejar oleh tentara belanda yang akhirnya Sanggah Goraha
tertangkap oleh belanda dan dibuang ke Batubara.
Di Batu Bara beliau ditahan dirumah Datuk
Batubara yang pada masa itu telah takluk dengan belanda.
Di Batu Bara inilah Sanggah Goraha memeluk agama
Islam dimana penduduk Batubara pada umumnya pemeluk agama Islam.
Pada masa Tuan Djintar hendak dikukuhkan menjadi
Raja Tanah Jawa seluruh Pembesar-pembesar/ Perangkat kerajaan Tanah Jawa tidak
dapat melaksanakan Harungguan Bolon karena Pemangku Adat Kerajaan yaitu Tuan
Sanggah Goraha tidak berada di tempat karena di tawan oleh Belanda di Batubara,
sementara pihak Belanda mendesak Puang Bolon untuk segera mengangkat Raja yang
baru. Puang Bolon kemudian meminta kepada Pemerintah Belanda agar Tuan Sanggah
Goraha dibebaskan.
Setelah mendapat keputusan bebas dari Pemerintah
Belanda, Puang Bolon/permaisuri (ibunda Tuan Djintar) bersama pembesar kerajaan
menjemput Tuan Sanggah Goraha ke Batubara. Dan Tuan Djintar dinobatkan menjadi
Raja.
Pada tahun 1930 Sanggah Goraha meninggal dunia
dan dimakamkan di sebuah bukit kecil di kampung Huta Bayu Marubun dan pemakaman
itu menjadi pemakam keluarga dari Partuanon Huta Bayu Marubun.
Putra dari Sanggah Goraha ada 3 orang yaitu :
1. Tuan Radja Ihoet Sinaga (Partuanon Huta Bayu
Marubun).
2. Tuan Bindoe Sinaga (Partuanon Dolok Marubun)
3. Tuan Djintaradja Sinaga (Partuanon Marubun)
Pada masa Tuan Radja Ihoet menjadi Partuanon Huta
Bayu Marubun, oleh Raja Tanah Jawa pada saat itu Raja Sangmadjadi, wilayah
Partuanon Hoeta Bayu Marubun di mekarkan menjadi 4 wilayah;
1. Huta Bayu Marubun di pimpin oleh Radja Ihoet,
2. Dolok Marubun dipimpin adik ke 2 nya Bindoe
Radja,
3. Marubun dipimpin oleh Djintaradja adik
bungsunya dan
4. Tangga Batu menjadi wilayah kepenghuluan yang
pimpinannya diangkat dari rakyat biasa atas usul Tuan Radja Ihoet.
Hal ini dilakukan Raja Tanah Jawa atas desakan
pemerintah belanda untuk memperlemah kekuatan Partuanon Huta Bayu Marubun yang
merupakan keturunan dari Partuanon Maroeboen yang selalu memberontak kepada
pihak belanda.
TUAN RADJA IHOET SINAGA
(Partuanon Huta Bayu Marubun)
Foto Radja Ihoet Sinaga thn 1988 |
Batu nisan Makam T Radja Ihoet Sinaga |
Lahir tahun 1879 dan wafat tahun 1997 tutup usia 118 tahun, di makamkan disebelah
makam ayah dan ibunya di bukit pekuburan keluarga.
istrinya boru Tindaon, seperti ibunya juga boru Tindaon.
Dari perkawinan ini mempunyai putra 2 orang dan putrinya 4 orang,
Tuan H Kaliamta Sinaga (Kacamata) & Tuan H Mangipuk Sinaga |
Putranya bernama :
1. Tuan H. Kaliamta Sinaga bin Tuan Radja Ihoet Sinaga
Lahir : Huta Bayu Marubun, 12 Agustus
1921. wafat : Jum'at, 8 Juni 2012, pukul 10.30 wib
istrinya bernama Hj Sortailim br Damanik binti Tuan
Sawadin Damanik (Radja van Siantar)
Lahir : Pematang Bandar (P.Siantar) Wafat: 1 Juli 1993 di Medan.
2. Tuan H. Mangipuk Sinaga bin Tuan Radja Ihoet Sinaga.
Lahir : Ht
Bayu Marubun 5 Oktober 1926. Wafat : Jumat, 3 Pebruari 2012, pukul 14.00 wib
Dikebumikan Sabtu, 4 Pebruari
2012, ba’da zuhur.
Putri-putrinya bernama :
1. Siti Kala binti Tn Radja Ihoet Sinaga (almh)
2. Siti Enim binti Tn Radja Ihoet Sinaga (almh)
3. Siti Nen binti Tn Radja Ihoet Sinaga (almh)
4. Siti Ahad binti Tn Radja Ihoet Sinaga
Setelah istrinya wafat dan dikubur di halaman rumah bolon Partuanon Huta
Bayu Marubun, Tuan Radja Ihoet Sinaga menikah lagi dgn boru Manurung dan
memperoleh 4 orang putra dan 2 orang putri.
putranya bernama :
1. Drs H. Amansyah Sinaga bin Tuan Radja Ihoet Sinaga. (alm)
2. Tukarma bin Tuan Radja Ihoet Sinaga. (alm)
3. Sehatman bin Tuan Radja Ihoet Sinaga.
4. Ir Effendi Sinaga bin Tuan Radja Ihoet Sinaga.
putrinya bernama :
1.
2. Betty Sinaga binti Tn Radja Ihoet Sinaga
CUCU-CUCU Tuan Radja Ihoet Sinaga:
Cucu dari anak laki-laki
1. Hj. Siti Mauyum Sinaga bin Tn H Kaliamta Sinaga
2. Prof dr H Usul Majadi Sinaga SpB Finacs (K) Trauma bin Tn H
Kaliamta Sinaga (alm)
3. Prof dr Hj Siti Morin Sinaga M.Sc, Apt binti Tn H Kaliamta
Sinaga
4. Hj Siti Moyana Sinaga SE binti Tn H Kaliamta Sinaga
5. Drg. Hj Siti Morani Sinaga binti Tn H Kaliamta Sinaga (almh)
6. M Nur Alamsyah Sinaga SH bin Tn H Mangipuk Sinaga
7. M Nur Irwansyah Sinaga SH bin Tn H Mangipuk Sinaga
8. Ir. Hj Nurlelan Sinaga binti Tn H Mangipuk Sinaga
9. dr Nurlelin Sinaga binti Tn H Mangipuk Sinaga
10. Ardi Bakhri Sinaga bin H Mangipuk Sinaga
11. Hj Nurlelun Sinaga SH binti H Mangipuk Sinaga
M Nur Irwansyah Sinaga SH beserta Keluarga |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar