Penulis
: M Nur Irwansyah Sinaga SH.
Sejarah berdiri Museum Simalungun
Berawal
dari disertasi Dr. A.N.J. Th. Van Der Hoop berjudul "Megalitich Remains in
South Sumatera" (1932) mengupas tentang megalitik di Sumatera Selatan.
Berdasarkan
hal tersebut Kontelir Simalungun yang bernama G.L. Tichelman melakukan
penelitian di Simalungun dengan mengundang Raja Marpitu, Tichelman menyarankan agar
melaksanakan Harungguan Bolon (Rapat Akbar) membicarakan tentang warisan megalitik yang ada di Simalungun.
Pada
tanggal 5 September 1935 dilaksanakanlah Harungguan Bolon tersebut dengan kesepakatan
menghunjuk salah seorang yang bernama M Purba, untuk melakukan survey ke setiap
daerah yang memiliki warisan megalitik. Warisan megalitik yang sangat berharga pada
masa itu adalah patung (batu) Silapalapa yang berasal dari daerah Partuanon
Hutabayu Marubun, atas izin dari Tuan Hutabayu Marubun Radja Ihoet Sinaga pada tahun 1938 patung Silapa-lapa dibawa oleh
Voorhoeve ke Negeri Belanda dan disimpan di Museum Rijks Amsterdam.
Museum Simalungun |
Tanggal 10 April 1939 Museum Simalungun
didirikan atas prakarsa Raja Marpitu (7
raja-raja Simalungun) dengan biaya 1.650 gulden dan pada tgl 30 April 1940
museum Simalungun diresmikan.
Dengan
diresmikannya museum Simalungun tersebut raja-raja marpitu memberikan sumbangan
untuk mengisi koleksi museum berupa Pustaha Lak-lak, Patung-patung batu
peninggalan megalitik, peralatan dapur, peralatan makan, peralatan tenun,
peerhiasan emas dan perak, koin dan uang dan lain sebagainya
Maka
oleh karenanya selain dari pada benda-benda yang menjadi koleksi, Museum
Simalungun merupakan lembaran peristiwa sejarah yang sangat penting bagi bangsa
Simalungun, mengingat kepedulian raja-raja marpitu terhadap generasi yang akan
datang untuk tidak melupakan sejarah Simalungun.
Yang
perlu di garis bawahi Museum Simalungun ini yang pertama sekali berdiri di
Sumatera Utara, Museum Simalungun berdiri atas sumbangan para raja marpitu dan
bukan milik Pemerintah.
Pada
tahun 1968 dimasa kepemimpinan bupati Radjamin Purba, SH, Museum Simalungun
yang keseluruhannya terbuat dari kayu tersebut di renovasi, karena banyak
kerusakan disana sini.
Namun
perbaikan museum tidak dapat bertahan lama mengingat bangunannya yang terbuat
dari kayu. Untuk menyelamatkan benda-benda koleksi Museum maka pada tahun 1982 pada
masa bupati Letkol (Purn) JP. Silitonga Museum tersebut diruntuh dan dibangun
kembali dengan bahan dari semen namun tetap meniru bentuk aslinya. Bangunan
yang baru dengan ukuran 8 x 12 m didirikan diatas lahan seluas 1.500 m2, di
lokasi yang sama.
Koleksi Museum Simalungun.
Berbagai
koleksi yang ada di Museum Simalungun yang terletak di Pusat kota
Pematangsiantar antara lain adalah :
Dihalaman
depan museum terdapat situs-situs peninggalan megalitik diantaranya buah catur
raja nagur yang berukuran sebesar manusia, patung batu seorang ibu yang
memangku 2 orang anak, patung orang yang menunggangi gajah, patung-patung ini
berasal dari Kerajaan Tanah Jawa.
Didalam
museum ditemukan berbagai macam koleksi antara lain :
1.
Peralatan Rumah Tangga seperti :
-
Parborasan = Tempat menyimpan beras
-
Pinggan Pasu = Piring nasi untuk Raja
-
Tatabu = Tempat menyimpan air
-
Abal-abal = Tempat menyimpan garam
-
Samborik = tempat sirih terbuat dari kuningan
- Baluhat = tempat air dari bamboo
- Sapah = piring dari kayu
- Patiman = mangkok tempat lauk pauk terbuat
dari kayu
2.
Peralatan Pertanian seperti :
- Losung = alat penumbuk padi
-
Wewean = alat memintal tali
-
Hudali = cangkul jaman dulu
- Assuan = cangkul dari batang enau
-
Tajak = Alat membajak tanah
- Parlobong = kayu utk membuat lobang menanam
bibit padi
-
Agadi = Alat menyadap nira
-
dsb.
3.
Peralatan Perikanan seperti :
-
Bubu = Penangkap Ikan dari Bambu
-
Taduhan = Tempat menyimpan ikan
-
Hirang-lurang = Jaring penampung ikan
-
Hail = Kail
-
dsb.
4.
Alat-alat Kesenian seperti :
- Ogung
- Sarunai
-
Mong-mong
- Sordam
- Hesek
- Arbab
- Gondrang
- Husapi,
- dsb.
5.
Alat-alat perhiasaan, seperti :
-
Suhul gading = keris
-
Raut = pisau
-
Gotong = Penutup kepala laki-laki
-
Bajut = Tas Wanita
-
Bulang = Tudung kepala Wanita
-
Suri-suri = Selendang Wanita
-
Gondit = Ikat pinggang pria
-
Doramani = Perhiasan topi pria menandakan kedudukan.
Benda-benda koleksi Museum Simalungun |
Benda-benda koleksi Museum Simalungu |
Kondisi Saat ini
Pada
Hut Museum Simalungun ke 71 tahun 2011
yang lalu penulis berkunjung kemuseum,
kondisi
museum memprihatinkan, baran-barang peninggalan sejarah itu dibiarkan lapuk dan tidak
terawat tanpa adaya upaya pengawetan dan perawatan yang maksimal, bahkan ada
yang hanya diletakkan dilemari tanpa penutup juga banyak yang diletakkan begitu
saja dilantai maupun disandarkan di dinding.
Pengunjung
yang datang ke museum juga sangat sedikit bahkan dari tahun ke tahun semakin
berkurang, ini dapat dilihat dari data pengunjung yang tertera di kantor
museum.
Tidak
ada upaya meramaikan kunjungan ke museum oleh pengelola yang di percayakan
kepada Yayasan Museum, ini terjadi karena tidak dibekali ilmu permuseuman,
begitu juga petugas yang ada hanya sebatas honorer yang minus pengetahuannya di
bidang permuseuman termasuk juga pengetahuan terhadap benda-benda koleksi dan sejarahnya yang
ada di museum serta yang paling utama adalah dukungan dana yang sangat minim
oleh pemerintah daerah, sehingga upaya mengenalkan museum dan perawatan terkendala.
Meriam, koleksi Museum Simalungun |
Koleksi
Museum Simalungun banyak yang berhilangan, cerita seorang teman benda-benda
koleksi yang tinggal hanya berkisar 20% dari jumlah yang ada sebelumnya.
Menurut
cerita orang tua penulis bahwa di museum tersebut tersimpan bibit/butir padi
sebesar buah kelapa, tengkorak manusia, pedang, meriam dan lain sebagainya.
Namun
ketika penulis berkunjung ke museum, butir padi, tengkorak manusia, pedang,
meriam yang dikatakan orang tua penulis sudah tidak kelihatan lagi, hal ini juga
dibenarkan teman penulis, dimana pada masa kanak-kanak dia sering berkunjung ke
museum tersebut di bawa orang tuanya dan masih ada dilihatnya butir padi
tersebut.
Yang
menjadi pertanyaan kepada kita “kemanakah benda-benda tersebut raibnya?”
“Siapa
yang bertanggung jawab dengan raibnya benda-benda tersebut?”.
Kalau sudah demikian halnya
apalagi yang dapat disajikan sebagai informasi kepada generasi mendatang
tentang peradaban yang berkaitan erat dengan kebudayaan 7 Kerajaan Simalungun
pada masa lalu
Menurut
penulis kurangnya ke pedulian Pemerintah Kabupaten Simalungun di karenakan
Museum itu sendiri saat ini berada di wilayah administratif Pemerintahan Kota
Pematang Siantar yang dulunya merupakan wilayah Kabupaten Simalungun, sementara
lahan dan museum serta benda-benda yang ada diatasnya merupakan tanggung jawab
pemerintah kabupaten Simalungun berdasarkan latar belakang berdirinya Museum
Simalungun itu sendiri, kemungkinan hal ini yang membuat keengganan pihak
Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk secara serius menangani museum simalungun
tersebut.
Reaksi Pemerintah Kabupaten Simalungun.
Pada
tanggal 22-2-2011 Bupati Simalungun JR Saragih datang berkunjung ke Museum
Simalungun yang berada di Jalan Sudirman Kota Pematang Siantar yang disambut
oleh ketua Yayasan Museum Simalungun Jomen Purba, bupati menyampaikan rasa
prihatinnya menyaksikan kondisi bangunan Museum Simalungun ini dihadapan Ketua
Yayasan Museum, para wartawan dan sejumlah SKPD yang mendampingi bupati.
Pemerintah
Kabupaten Simalungun merencanakan akan memindahkan Museum Simalungun ke
Pamatang Raya yaitu ke ibukota kabupaten Simalungun.
Museum
yang baru direncanakan akan menggunakan Gedung Kantor Bupati yang tidak
dipergunakan lagi karena membutuhkan biaya yang sangat besar untuk perbaikan gedung
apabila dipergunakan sebagai kantor pemerintahan, sebaiknya dimanfaatkan
menjadi Museum Simalungun dengan biaya perbaikan yang tidak terlalu besar, dirancang menjadi berstandard International.
Bupati
mengatakan, dalam proses perpindahan museum ini nantinya akan di bentuk panitia
yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat Simalungun serta keturunan dari ketujuh raja-raja Simalungun yaitu, Raja Siantar, Tanah Jawa, Pane, Raya,
Purba, Dolok Silou dan Silimakuta.
Namun
rencana Bupati Simalungun tersebut menjadi perbincangan hangat di tengah tengah
masyarakat Simalungun ada yang pro dan kontra. Yang menjadi permasalah adalah
letak dan rencana berdirinya museum simalungun itu sendiri merupakan Tonggak sejarah
yang sangat penting bagi masyarakat simalungun serta Museum dibangun atas
Prakarsa Raja-raja di Simalungun dan bersama mengumpulkan dana untuk
pembangunannya, letaknya sangat strategis untuk dikunjungi baik oleh wisatawan
manca Negara maupun wisatawan lokal karena merupakan daerah perlintasan menuju ke Danau Toba Prapat, kalau museum di pindahkan ke raya akan
sepi dari kunjungan karena letaknya yang tidak strategis karena bukan jalan
perlintasan yang ramai. Apabila
dipindahkan akan hilang salah satu sejarah yang pernah ada di bumi simalungun.
Masyarakat berharap di lokasi yang lama itu cukup untuk dibangun kembali museum
simalungun yang bertaraf international yang di prakarsai oleh pemerintah
kabupaten simalungun bekerjasama dengan pemerintahan kota siantar yang juga
merupakan wilayah masyarakat adat simalungun serta meminta bantuan pemerintah
pusat.
Bagaimana tanggung jawab masyarakat
Simalungun?
Komunitas
Jejak Simalungun (KJS) sebuah komunitas
yang berbadan hukum bergerak dibidang sejarah dan budaya Simalungun, didalam
komunitas tersebut berkumpul generasi muda Simalungun pecinta sejarah dan
budaya simalungun yang bersikap militant. Komunitas ini didalam menjalankan
kegiatannya bersifat independen tanpa dukungun dari pihak pemerintah, mereka
bergerak dengan biaya dari masing-masing anggotanya juga bantuan simpatisan
dari sesama pecinta sejarah dan budaya Simalungun.
Melihat
kondisi Museum Simalungun yang mati suri Komunitas Jejak Simalungun mencoba
memancing/ mencuri perhatian agar museum ramai kembali dan pihak Pemerintah
Kabupaten Simalungun dan Pemerintah Kota Siantar mau peduli dengan masa depan
Museum Simalungun tersebut.
Penulis bersama Rudin H Purba, Ketua KJS yang pertama, di acara HUT Museum Simalungun |
Rangkaian Suasana HUT Museum Simalungun ke 71 tahun 2011 |
Memanfaatkan
momentum HUT Museum Simalungun yang ke 71 pada tanggal 30 April 2011, dengan
bermodalkan uang yang hanya cukup membeli sebuah kue tart ulang tahun, KJS
menghubungi semua anggotanya dan simpatisan yang ada di luar daerah untuk dapat
membantu biaya pelaksanaan HUT dimaksud. Akhirnya kebutuhan tenda, sound
system, dan makanan ringan dan minuman
ala kadarnya dapat dipenuhi, serta papan bunga dari para simpatisan yang
berada di luar daerah memenuhi halaman Museum Simalungun. Begitu juga dengan
rekan seperjuangan dalam hal budaya yaitu Komunitas Tortor Elak Elak turut
meramaikan acara dengan seni tortor dan diharnya.
Acara
ini berlangsung dengan cukup meriah dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat
seperti Mr Jariaman Damanik, dr Sarmedi Purba, perwakilan dari PMS, anggota
DPRD Simalungun, Pemkab Simalungun juga masyarakat dan generasi muda Simalungun.
Setelah
membuat acara HUT Museum Simalungun, KJS juga merencanakan dan membangun kafe
budaya di halaman belakang museum dengan harapan banyak orang yang hadir untuk
berdiskusi mengenai sejarah dan budaya Simalungun, dan diharapkan akan
meramaikan museum dihari hari yang akan datang.
Dengan
semangat membangun budaya simalungun KJS memprakarsai dibentuknya sanggar budaya di Museum dengan mengadakan
latihan tortor, dihar, gual dan doding, yang rutin dilaksanakan kepada para siswa
yang berminat tanpa di pungut bayaran.
Pada
akhir tahun 2011 tepatnya di bulan desember, Menteri Kebudayaan dan Industri
Kreatif Mari Elka Pangestu berlibur di Sumatera Utara untuk melaksanakan Misa
Natal di Samosir, sebelum keberangkatan ibu menteri ke Samosir, KJS memprakarsai
kehadiran ibu menteri di Museum Simalungun, kepada ibu menteri KJS menyerahkan
proposal berupa rencana untuk memajukan Museum Simalungun.
Bagaimana
nasib Museum Simalungun di hari yang akan datang? Mari kita lihat bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar