Posted by : M Nur Irwansyah Sinaga SH.
Situs Sejarah di Sumatera
Utara Masih Diabaikan
Ketua Pusat Studi Sejarah dan
Ilmu-Ilmu Sosial (PUSSIS) Universitas Negeri Medan, Dr. Phil Ichwan Azhari MS
menyampaikan keprihatinannya dengan nasib situs-situs bersejarah dan peradaban
yang sebenarnya sangat menakjubkan.
Namun masih diabaikan oleh
pemerintah dan masyarakat di sekitar lokasi. Dalam literatur sejarah
menunjukkan bahwa kita memiliki Barus, Portibi, Kota Cina, Kota Rentang,
Benteng Putri Hijau Delitua dan lain sebagainya.
“Kenyataannya hampir semua situs-situs penting tersebut
masih belum diperhatikan dan dirawat sebaik mungkin,”
kata Ichwan pada seminar mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah di Aula
Lantai-III FIS-UNIMED, Kamis (16/4).
Padahal situs berharga itu,
salah satunya merupakan simbol kejayaan peradaban masyarakat dahulu, dan akan
banyak pelajaran berharga yang dapat diambil darinya. Juga sebagai destinasi
terbaik wisata sejarah yang dapat mendatangkan devisa kepada daerah, terang
Ichwan.
Sementara Lucas Partanda
Koestoro, DEA Kepala Badan Arkeologi Medan memaparkan bahwa, sejarah masa
lampau Biaro-biaro (candi) yang ada di Padang Lawas memiliki sejarah panjang
dan sangat menarik yang dimulai dari masa pemerintahan Sriwijaya, Panai, hingga
Indonesia Merdeka.
Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa pada masa kejayaan Panai abad ke XI-XIV, Padang Lawas menjadi
pusat sebuah institusi pemerintahan sekaligus pusat penyebaran agama Hindu
Budha.
Dijelaskannya, Padang Lawas
memiliki sisa karya budaya yang dapat dihubungkan dengan eksistensi kerajaan
berpengaruh di wilayah Asia Tenggara antara abad ke-7 sampai dengan abad ke-11
yakni Kerajaan Sriwijaya. Laporan resmi tentang kawasan tersebut sudah dicatat
oleh Kerchoff pada tahun 1887.
Demikian juga laporan
kepurbakalaan (Oudheikundig Verslag) tahun 1914 yang menyebutkan keberadaan
tiga bangunan dari bata yang disebut penduduk dengan Biaro.
“Masing-masing menempati tepi kanan Sungai Barumun,
tepi kiri sungai Batang Pane dan di antara kedua Sungai tersebut. Bukti-bukti
pendukung aktivitas tersebut seperti ditemukannya hingga kini Biaro Bahal I dan
II, Biaro Sitopayan maupun Si Pamutung”, jelasnya.
Kondisi biaro tersebut, ucap
Lucas sudah memprihatinkan, walaupun sudah dilakukan pemugaran, tetapi akibat
kekurang perdulian pemerintah maupun masyarakat setempat, membuat biaro
tersebut terancam musnah.
BCB
Untuk itu, kataLucas, semua
situs sejarah itu wajib dilindungi, dipreservasi sehingga bentuk kongkrit dari
pada situs, sehingga Benda Cagar Budaya (BCB) tersebut dapat dilihat,
dipelajari oleh masyarakat. “Walau begitu tidak
mungkin semua dapat dilindungi, karena berhadapan dengan aspek lain yang kadang
kala mengalahkan nilai historis, kultural dan arkeologis”,
aku Lucas.
UU No. 5 Tahun 1992 tentang
BCB dan juga PP No. 10 masih sebatas undang-undang yang belum melahirkan
Petunjuk Teknis (Juknis). Oleh karena itu, acapkali yang dikatakan oleh
sejarawan maupun arkeolog sebagai benda cagar budaya atau situs, dinyatakan
tidak oleh hukum.
Inilah yang menjadi persoalan
atau duduk masalah dalam melestarikan situs-situs sejarah dan budaya, katanya.
Oleh karena itu,
perlindungan, preservasi dan pelestarian situs sejarah dan budaya maupun BCB
merupakan tanggungjawab bangsa, terkhusus kepada masyarakat kebudayaan sebagai
pewaris kebudayaan itu.
Lucas menyebutkan, semua
situs sejarah wajib dilindungi, dipreservasi sehingga bentuk konkrit dari pada
situs dan BCB tersebut dapat terlihat. Hanya saja, tidak mungkin semua dapat
dilindungi karena berhadapan dengan aspek lain yang kadang kala mengalahkan
nilai historis, cultural dan Arkeologis.
Kandidat Doktor USU, Rita
Margaretha Setianingsih, M.Hum menyebutkan, di samping ditemukannya
Biaro-biaro, juga ditemukan prasasti yang memuat tentang pembangunan biaro,
seremoni, kutukan, pemujaan, bahan-bahan bangunan maupun raja yang berkuasa.
Prasasti yang sudah
ditraslitarasi tersebut adalah seperti Batara Lokanantha, Batu Gana I, Batu
Gana-II, Sitopayan-I, Sitopayan-II, Tandihat-II, Tandihat-I, Raja Soritaon,
Padangbujur I, II dan III
by : Dr. Phil Ichwan Azhari MS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar