Posted by : M Nur Irwansyah Sinaga SH.
Nilai-Nilai Luhur dalam
Ajaran Habonaron Do Bona
Salah satu kepercayaan asli
yang masih mempunyai masyarakat pendukung di daerah Sumatera diantaranya adalah
kepercayaan Habonaron Do Dona. Pendukung ajaran Habonaron Do Bona pada umumnya
adalah masyarakat Simalungun yang juga dikenal dengan Halak Timur. Masyarakat
Simalungun merupakan salah satu dari enam subsuku bangsa Batak yang secara
geografis mendiami daerah induk Simalungun. Ajaran Habonaron Do Bona bersatu
padu dengan adat budaya Simalungun atau Adat Timur, sebagai tata tuntunan laku
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai-nilai luhur dalam
kepercayaan Habonaron Do Bona terkandung dalam ajarannya, seperti ajaran
tentang: Ketuhanan, manusia, alam serta ajaran-ajaran yang mengatur hubungan
antara manusia dengan Tuhan, sesamanya dan alam semesta. Di bawah ini secara
singkat ajaran-ajaran dari kepercayaan Habonaron Do Bona.
Ajaran tentang Tuhan, Manusia
dan Alam
Menurut kepercayaan Habonaron
Do Bona, Tuhan Yang Maha Esa adalah awal dari segala sesuatu yang ada. Tuhan
Yang Maha Esa disebut sebagai Naibata. Naibata adalah satu (sada) dan Maha
Kuasa (Namar Kuasa/Namar Huasa). Karena Naibata adalah awal dari segala sesuatu
yang ada, maka dunia beserta seluruh isinya adalah ciptaan-Nya. Sebagai Sang
Pencipta, Naibata juga menjadi pembimbing, pemelihara dan penyelamat bagi semua
makhluk ciptaan-Nya. Masyarakat pendukung kepercayaan Habonaron Do Bona
menghormati leluhur yang disebut Simagot, Begu Jabu, Tua-Tua atau Bitara Guru.
Menurut Habonaron Do Bona, leluhur adalah penghubung untuk menyampaikan titah
Tuhan Yang Maha Esa kepada orang-orang tertentu yang berlangsung secara
manunggal terhadap keturunan yang disukainya.
Sehubungan dengan hal
tersebut maka kekuasaan Tuhan adalah tidak ada batasnya dan Tuhan bisa
melimpahkan sebagian kekuasaan-Nya kepada orang-orang suci yang bersih lahir
dan batinnya, kepada roh leluhur dan kepada keramat-keramat. Karena
kekuasaan-Nya itu pula, maka banyak sebutan untuk Tuhan Yang Maha Esa, seperti:
Namar Huasa (Tuhan Yang Maha Kuasa), Namam Botoh atau Ne Pentar (Tuhan Yang
Tau), Pernolong (Tuhan Maha Pengasih), Pangarak-arak (Tuhan Maha Penuntun),
Bona Habonaron (Tuhan Sumber Kebenaran) dan masih banyak sebutan lainnya.
Kemudian ajaran Habonaron Do
Bona tentang manusia mengatakan bahwa manusia adalah diciptakan oleh Tuhan yang
terdiri dari laki-laki (dalahi) dan perempuan (daboru/naboru). Sejak
diciptakan, manusia telah dilengkapi dengan roh. Perkembangan manusia
selanjutnya adalah karena di samping kehendak manusia itu sendiri juga atas
sabda Tuhan. Kematian yang dialami oleh manusia terjadi ketika roh berpisah
dengan badan selamanya. Roh kemudian hidup kekal di suatu alam kehidupan
bersama Tuhan Yang Maha Esa. Roh manusia yang masih hidup disebut sebagai
tondi, sedangkan manusia yang sudah mati rohnya disebut sumagot.
Selanjutnya ajaran Habonaron
Do Bona tentang alam mengatakan bahwa alam adalah ciptaan Tuhan. Alam memiliki
kekuatan-kekuatan. Dalam alam ini penuh dengan kekuatan-kekuatan gaib, yaitu
kekuatan yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa maupun dari arwah leluhur.
Bencana Banjir (halonglongan), gampa bumi (sohul-sohul), angin ribut (aliogo
doras), petir (porhas), kegagalan panen, wabah penyakit dan bahkan tidak
mendapat keturunan pun adalah merupakan perwujudan dari kekuatan gaib Tuhan dan
leluhur, yang diperkenakan kepada alam dan manusia.
Manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang tertinggi, mempunyai tugas dan kewajibannya, baik terhadap
Tuhan, sesama maupun terhadap alam sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Tugas dan Kewajiban Manusia
Sebagai konsekuensi bahwa
manusia adalah ciptaan Tuhan, maka manusia mempunyai kewajiban dalam hidup di
dunia ini baik tugas dan kewajiban terhadap Tuhan, sesamanya maupun terhadap
alam. Demikian ajaran Habonaron Do Bona.
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
warga Habonaron Do Bona wajib untuk selalu ingat kepada-Nya dan setiap hari
menyembah kepada-Nya. Pada bulan besar (bittang baggal) wajib melaksanakan
penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada leluhur. Di samping itu
ajaran Habonaron Do Bona juga mewajibkan untuk menghormati dan menjiarahi makam
leluhur (manembah Suamgot dan mengurus pandawanan na hanlobei).
Upacara menyembah kepada
Tuhan Yang Maha Esa tidak terpisahkan dengan upacara-upacara ritual adat. Warga
Habonaron Do Bona mengenal bermacam-macam upacara seperti:
1. Upacara dauh hidup.
2. Upacara membongkar tulang
belulang.
3. Upacara pesta tuan
(Robu-robu/Harja Tuan), yaitu upacara berdoa kepada Tuhan dan kepada leluhur
untuk memulai suatu usaha seperti kegiatan pertanian/bercocok tanam padi, agar
memperoleh hasil yang memuaskan.
4. Upacara memasuki rumah
baru.
5. Upacara menghormati roh
leluhur pelindung desa (mambere tambunan/pagar parsakutuan).
6. Upacara menghormati roh
suci penjaga desa.
7. Upacara menghormati
keramat pelindung (mambere simumbah).
Di samping mempunyai tugas
dan kewajiban terhadap Tuhan, manusia juga memiliki tugas dan kewajiban
terhadap dirinya sendiri, seperti: jujur terhadap diri sendiri, harus ahu malu
dan harus tahu diri.
Tugas dan kewajiban manusia
terhadap sesamanya menurut ajaran Habonaron Do Bona ada dalam bentuk
perintah-perintah dan larangan-larangan. Apabila perintah dan larangan tersebut
dipatuhi dapat menjadikan ketenteraman dalam masyarakat. Perintah-perintah dan
larangan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menghormati orang tua dan
orang lain sesuai dengan tata krama tutur (hamat hubani urang tua oppa hasoman
marihutkon turur).
2. Menghormati guru (hormat
hubani guru/hormat hubani sibere ajar).
3. Membantu orang lain
(manappati).
4. Tidak boleh membunuh
sesama manusia, termasuk mengugurkan kandungan.
5. Tidak boleh kimpoi semarga
(ulang marboto-boto).
6. Tidak boleh membuat orang
lain meneteskan air mata sampai “berwarna kuning”
(ulang iaben manetek iluhni halak magorsing).
7. Tidak boleh meminta-minta
(ulang tedek-tedek).
8. Tidak boleh menyusahkan
orang lain (ulang manusahi).
9. Tidak boleh berbohong
(ulang marguak).
10. Tidak boleh memaki orang
lain (ulang manurai).
11. Tidak boleh membungakan
uang (ulang makhilang).
12. Tidak boleh menipu dan
mengkhianatai orang lain (ulang magoto otoi/ulang mangkhianat).
Tugas dan kewajiban manusia
terhadap dan menurut ajaran Habonaron Do Bona ialah bahwa manusia tidak boleh
membunuh tumbuhan dan hewan liar secara sembarangan karena perbuatan ini dapat
merusak alam (ulang massedai). Alam harus dijaga kelestariannya karena alam
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia.
Rasa syukur dan permohonan
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berhubungan dengan alam, misalnya dalam
berbagai upacara yang dilakukan dalam kegiatan pertanian, dimaksudkan agar alam
bersahabat dengan manusia dan memberikan hasil yang memuaskan. Upacara-upacara
tersebut diantaranya adalah robu buang boro (mendoakan agar padi jangan
diserang hama), membere eme (mendoakan saat padi sedang bunting), memutik
(mendoakan saat padi sudah menguning), menutup panjang (mendoakan saat padi
sudah terkumpul pada suatu tempat) dan menutup hobon (mendoakan rasa syukur
karena seluruh hasil panen telah terkumpul).
Demikian uraian singkat
ajaran Habonaron Do Bona, yang merupakan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Ajaran Habonaron Do Bona merupakan nilai-nilai yang mampu membentuk pribadi
manusia sehingga menjadi insan yang berbudi luhur.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran
Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sistem Kekerabatan
Banyak ragam Partuturan ni
Halak Simalungun. Dari berbagai ragam partuturan yang jamak adanya, pengaruh
etnis lain yang letaknya berbatasan dengan wilayah Simalungun, terasa sulit
dielakkan.
Setuju ataupun tidak,
nyatanya Batak Toba cukup berhasil mewarnai pemakaian kosa kata di Sumatera
Utara. Entah karena kemampuan adaptasi masyarakat Simalungun, mungkin karena
malu, ketidak tahuan, atau malah tidak mau tahu, banyak masyarakat Simalungun
lebih familiar menggunakan kosa kata Batak Toba ketimbang menggunakan kosa kata
Simalungun yang lebih santun.
Kata Hiou untuk menyebut kain
adat Simalungun, nyatanya lebih sering digunakan kata Ulos. Bahkan tidak
sedikit partuturan Batak Toba dipergunakan dikalangan Halak Simalungun.
Anehnya, Kaum tualah yang mengajarkan perusakkan ini kepada generasi muda
Simalungun. Jika tidak segera disikapi, saya berkeyakinan, tutur kekerabatan
Simalungun akan tinggal dalam tulisan-tulisan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar