PESTA RONDANG BINTANG KE
XXVII DI KEC TANAH JAWA, KAB
SIMALUNGUN
(Ritual Mamuhun dan Maranggir)
Jam menunjukkan pukul
06.30 pagi ketika saya, Suhu Omtatok dan Irfan Azmi meninggalkan hotel tempat
kami menginap di kota P.Siantar,
Sumatera Utara. Cuaca cukup cerah dan
udara kota begitu segar, hawa dingin
menusuk tulang mungkin karena semalam hujan turun lumayan deras dan cukup lama.
Mengingat waktu yang masih pagi
sekali pertokoan di sepanjang jalan kota belum ada yang buka, kegiatan di pasar
Horas sebagai pusat perbelanjaan terbesar di kota P. Siantar masih kelihatan
sepi.
Kami menyusuri sepanjang
jalan dgn perlahan sambil celingukan kanan dan kiri dari atas kenderaan
mencari penjual sarapan.
Setelah mendapatkan tempat yg cocok kami mengisi
perut agar tidak kosong dan berharap
dapat menambah tenaga kami mengingat padatnya kegiatan hari ini.
Setelah selesai sarapan kami
tinggalkan kota yang mulai ramai dengan aktifitas di pagi hari. Saya arahkan
kenderaan menuju arah Tanah Jawa sebuah ibukota Kecamatan di Kabupaten
Simalungun. Lebih kurang setengah jam
perjalanan sampailah kami di Kantor Kecamatan Tanah Jawa sebagai titik kumpul
dan tempat pertama berlangsungnya ritual
adat sebelum Pembukaan acara Pesta Rondang Bittang ke XXVII di mulai.
Kami pun mengganti pakaian yang
kami kenakan ke pakaian adat Simalungun yang kami persiapkan dan bawa dari kota
Medan. Dengan dibantu Suhu Omtatok dan Irfan Azmi saya sudah berpakaian
lengkap. Jas hitam berlidah tinggi tanpa kerah seperti kebanyakan jas tradisional daerah di
nusantara ini juga aksesoris rantai dan benggol /koin yang digantungkan antara
kantung dengan kancing jas, kemudian bawahannya selain memakai celana panjang
hitam dibalutkan juga kain/hiou ragi pane. Untuk kepala sdh dipersiapkan topi
yang disebut gottong dilengkapi dengan rantai dibagian depan (kening) juga
Hapias berbentuk spt payung kecil bertingkat 2 dan pernak pernik
disekelilingnya, diselipkan dibagian atas sebelah belakang gottong, juga
Dormani (berbentuk cincin) bersusun 5 menandakan seseorang itu dari turunan Partuanon (lingkungan kerajaan)
bergantung sejajar disebelah telinga kiri. Begitu juga dengan Hiou yang
diselempangkan dibahu juga sdh dipakai, namun yang saya pergunakan harus sedikit
berhati-hati mengingat umur hiou yang sudah sangat tua karena merupakan
peninggalan leluhur, coraknya juga berbeda dari yang dipakai orang kebanyakan,
mempunyai ciri-ciri sendiri. Hanya
Suhul (pisau) yang tidak di bawa, mengingat suhul yg dimiliki merupakan
barang pusaka yang umurnya sudah sangat tua, pisau itu diselipkan di
pinggang dan gagangnya akan kelihatan
karena keluar dari belahan jas.
Setelah semua beres kami pun memasuki tempat acara di aula
Kantor Kecamatan Tanah Jawa, berbaur bersama seluruh keluarga Keturunan
Kerajaan Tanah Jawa (dari berbagai Partuanon) yang tergabung didalam IHUTAN BOLON
SINAGA HARAJAON TANOH JAWA.
"MAMUHUN"
Ritual Mamuhun dengan kata lain
adalah memohon. Ritual ini dilaksanakan untuk memohon izin melaksanakan sesuatu
kegiatan disebuah wilayah dengan meminta izin kepada penguasa wilayah agar
dapat diizinkan dan direstui sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan
sukses dan selamat, ini adalah ritual adat turun temurun di wilayah Simalungun
dan ini dilaksanakan untuk melestarikan adat istiadat budaya Simalungun yang
sudah langka pelaksanaannya dan agar tidak hilang mengingat generasi sekarang
ini sdh tidak tertarik dengan adat budaya tempatan yang dikatakan ketinggalan
jaman karena masuknya budaya luar yang begitu gencar.
Perlu diingat Adat Budaya leluhur
pada masa lalu belum di pengaruhi oleh agama-agama sekarang yang kita kenal dan kita anut sebagai
kepercayaan kita saat ini. Kita laksanakan adat budaya ini agar tetap lestari,
namun yang paling utama kita tetap memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa utk mendapat keselamatan
dan dilindungi dalam melaksanakan acara yang akan kita laksanakan.
Mengingat acara Rondang Bittang
Tahun ini di programkan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun di wilayah
Kecamatan Tanah Jawa di mana dahulunya sebelum NKRI ada, merupakan wilayah
Kerajaan Tanoh Jawa, maka acara mamuhun oleh Panitia Pesta Rondang Bittang
dilaksanakan kepada keturunan2 Raja
Tanoh Jawa sebagai pengganti raja pada masa lalu.
Setelah semua berkumpul acarapun
dimulai, dari Keluarga Besar Kerajaan
Tanoh Jawa sudah berkumpul duduk
berbaris membentuk syaf, syaf terdepan adalah Keturunan Raja dan Partuanon
partuanon dan menyusul syaf dibelakangnya adalah pihak boru dan panogolan.
Kemudian dari pihak Pemerintah
Kabupaten yang didelegasikan kepada Panitia beserta rombongan terdiri dari
Kadisbudpar, Camat Tanah Jawa dan SKPD lainya datang menghadap kepada pihak
keluarga Kerajaan menyampaikan niatnya untuk melaksanakan Pesta Rondang Bittang yang puncak acaranya
akan dilaksanakan di Lapangan RS Balimbingan, agar penguasa wilayah mengizinkan
dan merestui pelaksanaannya. Diawali
dengan menyerahkan pinggan berisi daun sirih kepada keluarga besar Kerajaan,
yang kemudian oleh pihak keluarga kerajaan juga di serahkan pinggan berisi
sirih kepada pihak panitia. Dilanjutkan dengan penyerahan demban (piring berisi
uang dan daun sirih) yang diserahkan langsung oleh Bp Jarinsen Saragih SPd
(Kadisbudpar Simalungun) didampingi oleh camat dan perangkat SKPD lainnya.
Selanjutnya panitia juga menyerahkan beras didalam kantungan anyaman dari tikar,
ayam hidup dan lainnya. Acara mamuhun diakhiri dengan pembacaan do’a oleh Bp Haji
Amiruddin Sinaga salah seorang dari keluarga kerajaan memohon kepada Allah SWT
agar pelaksanaan acara Pesta Rondang Bittang
yang mulai pada hari Jum’at tanggal 8 dan berakhir tanggal 10 Juli 2010
diberi keselamatan dan kelancaran dan tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Seyogyanya pelaksanaan acara
Mamuhun dilaksanakan di Rumah Bolon/Istana Kerajaan Tanoh Jawa namun karena
Rumah Bolon sudah tidak ada karena habis dibakar sewaktu peristiwa Revolusi
Sosial 1946 (dan di bekas Istana Kerajaan oleh para ahli waris dibangun sebuah
Mesjid), maka acara tersebut dilaksanakan di aula Kantor Kecamatan Tanah Jawa. 1)
“MARANGGIR”
Setelah pelaksanaan ritual
“Mamuhun” seluruh yang hadir yaitu seluruh keluarga Kerajaan
Tanoh Jawa, Panitia dan rombongan serta masyarakat yang menyaksikan acara
bersama sama menuju ke Bah(sungai) Kisat untuk melaksanakan acara Maranggir.
Dari kantor Camat (gedung yg dahulunya pusat pemerintahan Kerajaan Tanoh Jawa)
berjalan lebih kurang 500 meter, setelah
menyeberangi sungai Bah Kisat yang disebut Huta Pematang Tanah Jawa rombongan melewati
kebun sawit yang apabila kita amati
disepanjang jalan berserakan bekas pecahan2 keramik kuno milik Istana yang di
porak porandakan oleh pasukan Barisan Harimau Liar yang memberangus Istana Raja
Tanoh Jawa pada masa revolusi sosial.
Kemudian
berbelok kekiri melintasi areal bekas Istana lama (sebelum istana pindah ke Huta Dipar) nampak bekas pundasi istana
teronggok di semak-semak, dahulu di istana ini tinggal 3 generasi RajaTanah Jawa yaitu Tuan
Djintanari, Tuan Timboel Madjadi dan Tuan Horpanaloean. Setelah Tuan Djintar
menjadi Raja istana dibuat yang baru di Huta Dipar (kampung di seberang) .
Perjalanan dilanjutkan melewati pemakaman keluarga raja diantaranya makam Tuan
Djintar, opung nininya Tuan Timboel Madjadi dan Puang bolon Namartuah boru
Damanik dan berbelok kekiri berlawan arah menjauh dari patung Panglima Bungkuk
dan menurun kebawah, akhirnya sampailah rombongan ke tepi Bah Kisat. Dipinggir
sungai terlihat 3 pancuran yang terbuat
dari bambu, air yang mengalir sangat jernih dan dingin yang berasal dari mata
air yang keluar dari suatu tempat disekitar lokasi yang dikelilingi hutan. Dan
ter;ihat sebuah meja yang dipersiapkan Panitia diatasnya berjajar rapi cawan2 berwarna putih berisi
air dari pancuran tersebut dan potongan jeruk purut di belah dua.
Setelah semua berkumpul
sambil berbaris sejajar panitia memulai acara, diawali dengan penjelasan dari pada arti
maranggir dengan bahasa simalungun, kemudian panitia membawa piring berisi
sirih dan menyodorkannya kepada seluruh keluarga raja untuk diambil dan
dimakan, selanjutnya dilanjutkan turun ke pancuran utk membasuh muka dengan air
pancuran tersebut. Setelah semua selesai dilanjutkan meminum air yang didalam
cawan yang telah bercampur dengan perasan jeruk purut yang ada di dalamnya,
diakhiri dengan memercikkan air dengan memakai sejumput daun (seperti acara
tepung tawar) ke kepala dan tubuh masing-masing yang hadir.
Acara Maranggir dimaksud adalah
acara menyucikan diri di pancuran mata air di tempat para raja dahulu kala
mandi dan maranggir. Namun ritual yang
akan dilaksanakan ini bukanlah mandi akan tetapi hanya membasuh muka dengan air dari pancuran
dilanjutkan dengan meminum air dari cawan yang bercampur dengan jeruk purut dan
memercikkan air dari cawan ke seluruh bagian tubuh dengan berdoa kepada Yang
Maha Kuasa agar dibersihkan diri dari segala yang buruk agar terhindar dari
bahaya dan mendapatkan kebahagiaan.
Informasi yang didapat beberapa
hari sebelumnya Bupati Simalungun Bp Dr JR Saragih telah datang ke lokasi
melakukan ziarah ke makam Raja Tanah Jawa dan melaksanakan maranggir ditempat
yang sama.
Setelah acara Maranggir
dilaksanakan seluruh rombongan kembali berkumpul di halaman kantor kecamatan
selanjutnya bersama-sama berangkat ke lapangan RS PTPN IV Balimbingan yang
letaknya sekitar 1,5 km dari Kantor Kecamatan menuju kearah P Siantar. Mengingat
jauhnya lokasi acara berikutnya semua peserta beriringan menggunakan kenderaan
masing-masing dengan dipandu Paswal dari Dinas Perhubungan. Sesampai di lokasi
rombongan memasuki lapangan dengan disambut tor tor somba dan dihar. Salah
seorang pandihar adalah opung obot yang berusia 86 tahun yang begitu lincahnya
dengan stamina yang sangat prima melakukan gerakan gerakan silat (opung Obot
ini juga melatih dihar di KomunitasJejak Simaloengoen demi melestarikan budaya
Simalungun).
Rombongan keluarga Kerajaan Tanah
Jawa dan Panitia Pesta Rondang Bittang berjalan bersama menuju arah panggung
besar yang diibaratkan sebagai Rumah Bolon/Istana Kerajaan Tanah Jawa sambil
manortor dan sesampainya di depan panggung rombongan berkeliling sambil terus
melaksanakan tortor, diselingi dengan tortor dihar yang dilakukan beberapa
orang dari rombongan dengan gaya yang lincah sambil berhadapan dan saling
menyerang seperti sedang berkelahi dan sesekali membuat gerakan-gerakan yang
lucu sehingga membuat suasana bertambah meriah dengan iringan musik tradisional
simalungun untuk mengiringi tortor.
Selesai acara manortor
dilanjutkan dengan menaiki panggung yang diumpamakan sebagai rumah bolon rumah bolon 2) Kerajaan Tanah Jawa untuk makan bersama, sebelum
acara makan bersama dimulai terlebih dahulu menghidangkan makanan makanan adat
simalungun antara lain dayok nabinatur, dayok holat dan nitak. Makanan ini
diserahkan juga kepada setiap perwakilan partuanon yang hadir. Selesai acara makan bersama kemudian dilakukan
kembali penyerahan demban dari panitia Pesta Rondang Bittang kepada keturunan
raja juga kepada yang mewakili Partuanon-partuanon.
Semua acara ritual Adat dapat
diselesaikan sebelum masuk waktu sholat Jumat.
1) Kantor Kecamatan ini pada masa Kerajaan Tanoh Jawa adalah merupakan Kantor Pemerintahan Kerajaan Tanoh Jawa.
2) Wilayah RS PTPN IV Balimbingan
dahulunya merupakan wilayah kekuasaan dari Partuanon Maroeboen yaitu Tuan OESOEL
MADJADI SINAGA yang pernah menjadi Raja di Kerajaan Tanoh Jawa menggantikan
adiknya tuan DJINTANARI SINAGA yang tewas didalam pertempuran melawan Raja
Asahan dan Tuan Oesoel Madjadi yang tampil membalas kematian adiknya. Istana/Rumah
Bolon dari Tuan Oesoel Madjadi adalah di
areal RS PTPN IV Balimbingan ini, begitu juga setelah beliau wafat di makamkan di
area Rumah Bolonnya dan makam beliau masih ada di areal RS Balimbingan tersebut.
"PEMBUKAAN PESTA RONDANG BINTANG"
Pukul 14.00 siang rombongan Bupati Simalungun
Bp Dr JR Sargih memasuki lapangan RS PTPN IV Balimbingan disambut
dengan dihar serta tor-tor Simalungun sampai beliau duduk ditempat yang
telah disediakan, dilanjutkan dengan parade kontingen setiap kecamatan dengan membuat barisan yang terdiri dari muda
mudi berpakaian adat, membawa hasil panen daerahnya.
Di pinggir lapangan juga berjajar tenda-tenda mewakili setiap
kecamatan untuk memperkenalkan hasil hasil kerajinan, hasil pertanian dan
lainnya.
Berikut foto-foto liputannya :
Sejarah Pesta Rondang Bintang di
Simalungun
Pengantar
Rondang bintang artinya
terang benderang. Yang berasal dari kata rondang yang berarti terang,
benderang, melebihi dari terang yang biasa. Jadi rondang bintang adalah cahaya
bulan dan bintang yang sangat terang di malam hari. Rondang bintang ini
biasanya dimanfaatkan muda-mudi belajar menari dan main lainnya, dengan penuh
sukaria di halaman (laman bolag).
Lama kelamaan kebiasaan ini
menjadi suatu kebudayan di tiap desa di Simalungun. Setiap bulan tula sudah
menjadi jadwal tertentu bagi muda-mudi melaksanakan hiburan tersebut, dengan
istilah “Eta Marrondang Bintang”
Simalungun adalah daerah yang
mayoritas hidup dari mata pencaharian agraris atau bertani.
Gotong royong adalah salah
satu pola hidup masyarakat yang mencakup seluruh warga desa mulai dari
anak-anak sampai dengan orang dewasa. Gotong royong sering terjadi ketika
sedang bertani seperti menanam padi dan menuai padi, menumbuk padi, membuka
jalan, membuat saliran air dan pancuran di desa. Mereka sangat erat hubungannya
dengan istilah berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Sebagai desa agraris
mereka (di Simalungun ) melaksanakan gotong-royong dalam mengolah tanah dengan
marsialop ari (marharoan).
Marsiolop ari artinya
seseorang memberi waktunya untuk pergi ke ladangyang lain dan demikian
sebaliklnya sama-sama bekerja bergantian di ladang masing-masing. Marharoan
artinya sesorang senang ketika datang membantu di ladang orang lain dan juga
sebaliknya. Saling membantu ysng di dasari oleh akal sehat masyarakatnya.
Asal Mula Rondang Bintang.
Kemudian marharoan/ haroan
menjadi sebuah bentuk kebersamaan. Jenis haroan diantaranya adalah
- Haroan Bolon (besar) yaitu
jumlah anggota banyak di mana muda-mudi (garama dan anak boru) bergabung
bersama orangtua (tortor haroan bolon)
- Haroan Tangkapan yaitu dua
atau tiga hari dilaksanakan dalam satu minggu, dan hari lainnya bekerja di
ladang masing-masing.
- Haroan Biasa yaitu sama
dengan haroan bolon, tetapi jumlah anggota tidak sebanyak haroan bolon
Hubungan Haroan dengan Pesta
Rondang Bintang
Awal Rondang Bintang adalah
hasil musyawarah dalam haroan di mana orang tua turut bergabung dalam
mendampingi muda-mudi ketika mengadakan musyawarah. Musyawarah ini berkembang
menjadi musyawarah desa yang dipandu oleh Pemerintah Desa. Kemudian dihasilkan
mufakat tentang Rondang Bintang pada mulanya (jaman dulu) adalah:
1. Dibentuklah Rondang
Bintang
2. Waktunya saat donah ni
horja (waktu pekerjaan longgar)
Sebelum haroan dan saat
burnangni bulan/rondang ni bulan (bulan purnama)
3. Persiapan sebelum Rondang
Bintang adalah muda mudi belajatr menari, nyanyian berbalas pantun, memakai
pakaian adat yang dibimbing pihak orang tua
4. Mempelajari tarian khusus
yang dipersembahkan pada
a. Muda-mudi lanjut usia
(garama, anak boru na dob torasan/ dengan harapan dan doa agar diantara mereka
cepat menikah.
b. Kepada keluarga yang sudah
lama menikah tapi belum punya anak, dengan harapan dan doa agar mereka cepat
mendapat anak
5. Orang tua turut terlibat
dalam acara dalam pelaksanaannya, dalam tari dan memberi nasehat serta
pembiayaan
Pelaksanaan Rondang Bintang.
Sebelum acara pelaksanaan,
maka pada siang harinya muda-mudi sudah harus:
1. Maranggir yaitu mandi dan
membasuh rambut dengan jeruk purut, maknanya disamping bersih dan segar adalah
menguras (mengusir segala kotoran badan dan pikiran/ sehat jasamani dan rohani.
2. Marrudang yaitu memakai
bunga di bagian kepala sebelah belakang bagi anak boru (perempuan) dan
menyematkan bunga pada kantong baju pada laki-laki.
Bahan rudang
1. Mange-mange yaitu bunga
pohon pinang yang nantinya berubah jadi buah artinya doa dan harapan agar muda
mudi sebagai bunga mekar nantinya selamat dalam mudanya, selamat dalam menikah,
selamat dalam rumah tangga sampai sayurmatua. Dan buah rumah tangga disenangi
dan obat bagi orang lain demi kemuliaan Tuhan Penciptanya
2. Boni Pansur yaitu sejenis
bunga,daunnya mirip daun lalang, bunganya berwarna putih, cantik utmbuh subur
di tanah berbukit gersang dan terjal di antara batu-batuan
- Doa dan harapan agar
muda-mudi sebagai generasi penerus selalu berpikiran putih dan jernih, mudah
memaafkan, jujur, ikhlas. Hidup mereka menjadi bunga perhiasan cantik antar
sesama, terutama di hadapan Tuhan Penciptanya.
Sanggup mengatasi segala
tantangan se-gersang dan se-terjal apapun berdasarkan SDM dan SDI yang tangguh
dan ulet.
Sanggup berintegrasi dengan
lingkungan, walaupun lingkungannya sekeras batu.
- Boni Pansur bona ni
pansur/bona sumber pansur (saluran air) artinya doa dan harapan muda-mudi selam
hidupnya dapat dapat berperan sebagai penyembuh dahaga orang lain, antara lain
dahaga karena adanya kepanikan problema pribadi seseorang dan dalam dirinya
sendiri. Dengan senjata ucapan yang lemah lembut didasari kerendahan hari,
sejajar ucapan dengan perbuatan, tetap berusaha memecahkan, memperkecil dan
menghilangkan masalah, guna meringankan beban mental seseorang. Pemecahan
masalah bukan menaruh bensin dan korek api tapi bawalah air segar sebagai alat
pemadam.
3. Bonang sawei/Sae-sae yaitu
jenis tanaman semak. Tumbuh subur seperti tempat bunga Boni pansur. Daunnya
harum suatu ramuan obat tradisional dan bahan mandian bagi anak-anak dan bahan
mandi uap
Doa dan harapan agar
muda-mudi selamat dalam hidupnya:
- Daun harum artinya tetap
dalam tatakrama dan hukum yang berlaku terutama dalam hukum Firman tuhan sesuai
agama dan kepercayaannya, agar harumlah/ semerbaklah baunya
- Bahan obat tradisional/
bahan mandian
Jangan lupa obat tradisional/
tetap tumbuh kembangkan bahan bakunya. Zaman dulu belum sebanyak sekarang rumah
sakit dan puskesmas. Namun umur mereka rat-rata 80-100 tahun dan tetap sehat
walaupun lansia. Obat utama mereka hanya obat tradisional mulai sebelum lahir
sampai tua. Jangan lupakan nilai-nilai luhur adat tradisional, sesuai makna
lambang-lambang adat.
3. Makan Nitak Siang-siang
dan Lampet.
Nitak siang-siang dan
sigabur-gabur adalah jenis makanan adat yang terdiri dari tepung beras dicapur
dengan (lada, garam kencur, kelapa bakar/ kelapa gonceng, bawang yang masing
masing sudah ditumbuk halus dan tumbuk lagi bersama gula aren sampai menyatu
dan dipecah-pecah lebih kurang sebesar kemiri. Semua bahan baku tersebut adalah
bahan dari obat-obatan tradisional, dipersatukan dengan harapan sehat jasmani
dan rohani dan siang (terang), teranglah pikiran dan gabur ma pansarian
(mudahlah rezeki) Lampet adalah makanan tradisional dalam acara muda-mudi jaman
dahulu (snack ringan jaman sekarang). Acara maranggir, marrudang, makan nitak
siang-siang (sigabur-gabur)/lampet yang diuraikan diatas, turut serta pihak
orang tua.
4. Marpakean Adat
Semua pemeran serta dalam
Rondang Bintang, wajib memakai pakaian adat Simalungun. Tujuannya agar dewasa
dalam seluruh aspek kehidupan.
Saat bintang sudah rondang,
berkumpul di alaman bolag (halaman yang luas) atau temapt lain yang telah
dipersiapkan kalau ternyata tidak ada alaman bolag.
Penyampaian sirih seperangkat
oleh muda-mudi kepada semua orangtua, yang diwakili oleh perangkat desa. Mohon
doa restu/acara keagamaan, dulu kepada simagod habonaron do bona, tapi saat
masuknya agama ditunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Esa pencipta alam semesta.
Menari bersama diteruskan
tari muda-mudi kepada orang tua antara sesama muda-mudi dan antara muda-mudi
pada orang tua yang belum punya anak. Di samping menari, dilaksanakan nyanyi
berbalas pantun antar laki-laki dan perempuan (garama dan anak boru)
Jenis Tortor Dalam Rondang
Bintang
1. Sebelum Rondang Bintang
dimulai tiap muda-mudi sudah terlatih manortor (menari) sesuai jenis hagualon
dan tortornya, antara lain:
a. Gual/Tortor
Rambing-rambing = Ase roh dearni (semakin sempurna)
b. Gual/Tortor Sayurmatua =
Panjang umur
c. Gual/Tortor Olobolop =
Segar tetap sukaria
d. Gual/Tortor Parahot = Agar
tetap utuh
e. Gual/Tortor Sampang Apuran
= Saling memaafkan
f. Gual/Tortor Soroung Dayung
= Agar tersalur rencana
g. Gual/Tortor Boniala-boniala
= Saling bermaafan
h. Gual/Tortor Doding-doding
= Bersuka ria
i. Gual/Tortor Lakkitang
Mandipar Laut = Selamat diperjalanan
j. Gual/Tortor Haporas ni
Silokkung = Jangan anggap remeh
k. Gual/Tortor Buyut Mangan
Sihala = Gembira ria
l. Gual/Tortor Pankail =
Gembira ria
m. Gual/Tortor Rintak Hotang
= Gembira ria
n. Gual/Tortor Bodat na
Handuru = Gembira ria
Diantara jenis gual/ tortor
diatas dibagi 3 diantaranya
a. Rambing-rambing ramos
yaitu buah yang ramos janah marambing-rambing gabe malas ni uhur (doasambil
menari agar mudah rejeki dan tercipta hari esok yang cerah/kebahagiaan)
b. Sayurmatua (Lajut usia)
panjang umur yaitu disamping hari esok yang cerah juga umur yang panjang.
c. Parahot (tetap utuh) yaitu
hari esok, panjang umur dan tetap utuh duniawi dan akhirat
Ketiga gual /tortor itu
dilaksanakan sebelum dan sesudah gual/tortor (membuka danmenutup). Dalam gual
dan tortor tidak ada istilah. Hasahatan sudah dicakup Pa Ra Hot. Istilah
hasatan hanya berlaku pada gual/tortor saudara kita etnis Toba
(oleh Senovian; dari berbagai
sumber; Tugas Aplikasi Etnomusikologi di Lapangan)
Para garama (pemuda) dan boru (pemudi) mencari jodoh untuk pasangan hidupnya kelak di kemudian hari, juga melakukan adu ketangkasan bernyanyi, menari, manortor, dihar dan lainnya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar